Lebih Dari Seribu Pintu Cerita: Pesona Dan Sejarah Lawang Sewu

Lebih dari Seribu Pintu Cerita: Pesona dan Sejarah Lawang Sewu

Bagi siapa pun yang berkunjung ke Semarang, nama Lawang Sewu pasti sudah tidak asing lagi. Bangunan megah bergaya kolonial Belanda ini berdiri kokoh di pusat Kota Semarang, tepat di sebelah timur Bundaran Tugu Muda atau Jalan Pemuda. Gelap, kosong, eksotis sekaligus mistis, kesan itulah yang dirasakan ketika berkunjung ke Lawang Sewu.


Lawang Sewu
Sumber : Klik24.news

Makna Lawang Sewu

Kata Lawang Sewu berasal dari bahasa Jawa yang artinya “seribu pintu”, sebutan ini pas menggambarkan banyaknya lorong, jendela, dan pintu yang saling terhubung. Bangunan ini memiliki banyak ruang, serta memiliki sekitar 1.000 jendela yang tinggi-tinggi dan besar-besar sehingga dikira sebagai "pintu".  Pintu-pintu di bangunan tersebut hanya berjumlah 928 buah.

Sejarah

Dibangun pada awal abad ke-20 oleh perusahaan kereta api Belanda, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), Lawang Sewu dulunya berfungsi sebagai kantor administrasi. Bangunannya dirancang oleh Prof. Jakob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag, arsitek dari Amsterdam. Memiliki ciri dominan berupa elemen lengkung dan sederhana dengan sentuhan tropis Indonesia menjadikannya salah satu bangunan paling ikonik di Semarang. Setiap sudutnya menyimpan detail artistik: lantai mozaik bergaya art deco, jendela besar dengan kaca patri warna-warni, serta tangga spiral yang menawan. Gedung Lawang Sewu dibangun secara bertahap di atas lahan seluas 18.232 m2. Bangunan utama dimulai pada 27 Februari 1904 dan selesai pada Juli 1907. Sedangkan bangunan tambahan dibangun sekitar tahun 1916 dan selesai tahun 1918. 

Namun, daya tarik Lawang Sewu tidak hanya terletak pada keindahan arsitekturnya. Bangunan ini juga saksi bisu berbagai peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, ruang bawah tanahnya pernah digunakan sebagai penjara, dan di sinilah banyak kisah kelam tercipta. Setelah kemerdekaan, gedung ini sempat menjadi markas pertempuran antara pemuda Indonesia dan tentara Belanda. Tidak heran jika aura sejarah terasa begitu kuat ketika melangkah di koridornya.

Lawang Sewu Sekarang

Kini, Lawang Sewu telah direstorasi dan difungsikan sebagai museum sejarah perkeretaapian. Pengunjung dapat melihat koleksi arsip, foto, hingga peralatan perkeretaapian zaman dulu. Koleksi yang dipamerkan antara lain: koleksi Alkmaar, mesin Edmonson, Mesin Hitung, Mesin Tik, Replika Lokomotif Uap, Surat Berharga dan lain-lain. Lawang Sewu menyajikan proses pemugaran gedung Lawang Sewu yang terdiri dari foto, video, dan material restorasi. Mendekati pintu keluar, terdapat perpustakaan berisikan buku-buku tentang kereta api. Selain itu, ada pula tur edukatif yang menjelaskan proses restorasi bangunan dan kisah di balik setiap ruangan. Di malam hari, pencahayaan temaram membuat Lawang Sewu tampak semakin anggun dan romantis, menjadikannya spot favorit untuk berfoto maupun sekadar menikmati suasana kota tua. Gedung Lawang Sewu juga dapat disewa untuk kegiatan Pameran, Ruang Pertemuan, Pemotretan, Shooting, Pesta Pernikahan, Festival, Bazar, Pentas Seni, Workshop, dll.

Pemerintah daerah bersama pihak pengelola juga aktif mempromosikan Lawang Sewu melalui media sosial dan event budaya, seperti pertunjukan musik klasik dan pameran fotografi. Upaya ini membuatnya tidak hanya menjadi destinasi wisata sejarah, tetapi juga ruang kreatif yang hidup.

Berjalan di antara pintu-pintu Lawang Sewu seolah membawa kita melintasi waktu ke masa lalu yang tetap berdiri megah di tengah modernitas. Lebih dari sekadar bangunan tua, Lawang Sewu adalah pengingat bahwa setiap pintu memiliki ceritanya sendiri, dan di sinilah ribuan kisah tentang Semarang, perjuangan, dan keindahan berpadu menjadi satu.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak