Solo selalu punya cara lembut untuk menyapa para pendatang. Dari gemerincing gamelan yang terdengar di sudut kota sampai aroma kopi Jawa yang menguar dari warung tua, kota ini menyimpan denyut sejarah yang tidak pernah padam. Di balik keramahtamahan itu, ada satu pintu lain yang sering luput dari perhatian wisatawan—museum. Padahal, justru di sanalah “The Spirit of Java” bernafas paling utuh.
Jika selama ini museum kerap dianggap sekadar pelengkap liburan, Solo menantang anggapan tersebut. Kota ini menawarkan perjalanan intelektual dan visual yang jarang kita temui di destinasi lain. Empat museum berikut bukan hanya tempat menyimpan benda lama, tetapi penutur cerita—tentang pengetahuan kuno, filosofi senjata, perjalanan batik, hingga identitas masyarakat Jawa sendiri.
Museum ini didirikan pada masa pemerintahan Pakubuwono IX oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV di Dalem Kepatihan pada tanggal 28 Oktober 1890. Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV pernah menjabat sebagai Patih Pakubuwono IX dan Patih Pakubuwono X. Museum ini lalu dipindahkan ke lokasinya sekarang ini, Gedung Museum Radyapustaka di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta, pada 1 Januari 1913. Kala itu gedung museum merupakan rumah kediaman seorang warga Belanda bernama Johannes Busselaar.
Museum Radya Pustaka tidak berada di bawah naungan dinas setempat namun berstatus yayasan. Yayasan ini bernama Yayasan Paheman Radyapustaka Surakarta dan dibentuk pada tahun 1951. Kemudian, untuk tugas pelaksanaan sehari-hari, dibentuk presidium yang pertama kalinya pada tahun 1966 diketahui oleh Go Tik Swan atau juga dikenal dengan nama K.R.T Hardjonagoro.
Museum Radya Pustaka memiliki koleksi yang terdiri dari berbagai macam arca , pusaka adat, wayang kulit dan buku-buku kuno. Koleksi buku kuna yang banyak dicari itu di antaranya mengenai Wulang Reh karangan Pakubuwono IV yang isinya antara lain mengenai petunjuk pemerintahan dan Serat Rama karangan Pujangga Keraton Surakarta bernama Yasadipura I I yang menceritakan tentang wiracarita Ramayana.
Lokasi
Slamet Riyadi No. 275 Surakarta
Telp. : (0271) 712306
Museum batik Danar Hadi adalah sebuah kompleks wisata heritage terpadu tentang batik yang terletak di kota Solo di Jawa Tengah didirikan pada tahun 1967. Seperti kebanyakan perusahaan keluarga lainnya, yang merupakan gabungan antara warisan dan hak penerus, Danar Hadi berawal dari sebuah industri rumahan yang digawangi kerja keras dan perencanaan bisnis yang cerdas. Kedua pendirinya, Santosa Doellah dan istrinya, Danarsih Hadipriyono, adalah keturunan pengusaha batik. Kakek Santosa Doellah, R. H. Wongsidinomo, adalah pendiri dan pemilik WS Batik di Laweyan, Solo, Jawa Tengah. Ayah Santosa Doellah adalah seorang dokter dan ia dibesarkan oleh kakek-neneknya, itu merupakan hal biasa pada jamannya.
Setelah mendapat gelar sarjana ekonomi, di tahun 1967, Santosa Doellah menikahi Danarsih Hadipriyono, anak perempuan dari perajin dan produsen batik yang sukses, H. Hadipriyono. Keduanya mendirikan sebuah perusahaan yang dinamakan sesuai penggalan dari nama istri Santosa Doellah, Danarsih Hadipriyono. Dengan menggunakan mori, kain tenun yang digunakan dalam pembuatan batik, yang mereka dapat sebagai hadiah pernikahan, pasangan tersebut mengubah rumahnya menjadi kantor dan sanggar batik, kemudian mereka baru menambahkan toko. Mereka bekerja dari rumah sambil membesarkan keempat anaknya. Santosa sangat pintar dalam hal mendesain batik, sedangkan Danarsih lebih menguasai desain garmen.
Pada tahun 1975, mereka membuka sebuah toko kecil di Jakarta. Kemudian toko Danar Hadi berkembang hingga ke kota-kota besar di Indonesia seperti Bandung, Medan, Surabaya, Yogyakarta, dan Semarang. Danar Hadi sering berkolaborasi dengan desainer ternama Indonesia untuk menciptakan koleksi yang baru dan segar. Lima dekade kemudian, Danar Hadi telah menjadi raksasa bisnis, salah satu dari tiga besar industri batik di Indonesia. Danar Hadi memulai perjalanannya sebagai industri rumahan yang didorong oleh rasa cinta pemiliknya yang besar terhadap batik. Banyak penyesuaian yang dilakukan untuk dapat memadukan idealisme dengan manajemen modern. Langkah rasional dan logis juga diperlukan agar hasrat dan pengambilan keputusan perusahaan dapat berjalan beriringan. Danar Hadi sangat siap untuk menghadapi tantangan masa depan dengan tetap berpegang teguh pada akar tradisionalnya.
Jam buka :
Setiap hari 09.00-16.00 Hari Libur Nasional Tutup
Kontak (0271) 714326 / (0271) 714253
Email museumbatikdanarhadi@gmail.com
Museum Keris Nusantara berdiri di kawasan budaya Sriwedari tepatnya di Jalan Bhayangkara no 2 Sriwedari Laweyan kota Surakarta, berdasarkan pengakuan unesco tentang keris sebagai warisan budaya dunia non bendawi pada tanggal 25 november 2005 di Paris Perancis Museum keris di bangun pada tahun 2013 dan diresmikan pada tanggal 9 agustus 2017 oleh Presiden ke tujuh Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo.
Aneka ragam keris dari seluruh daerah penyebaran keris di nusantara ada di museum ini. Museum ini bertujuan mengenalkan budaya keris yang luhur pada masyarakat di tengah kemajuan zaman yang sangat masif. Lebih dari 2000 pusaka tosan aji tersimpan dan terpelihara dengan baik disini serta banyak nilai nilai yang menarik dipelajari. Tertarik datang ke Museum Keris Nusantara?
Lokasi :
Jl. Bhayangkara No.2, Sriwedari, Kec. Laweyan
Telp:
+6282226540845
uptdmuseum@gmail.com
Museum Tumurun menghadirkan sensasi berbeda. Berlokasi di dekat pusat kota namun tampil minimalis, museum privat milik keluarga Lukminto (pendiri Sritex) ini seperti oasis seni kontemporer di tengah kota yang sangat tradisional. Eksteriornya bersih, dengan dominasi warna putih, sementara lorong masuk yang panjang menciptakan suasana eksklusif layaknya galeri internasional.
Begitu melangkah ke dalam, kontrasnya langsung terasa. Koleksi seni modern dan kontemporer—dari karya maestro Indonesia seperti Affandi, Hendra Gunawan, hingga seniman global—mengisi ruangan. Lukisan-lukisan ekspresionis dengan warna liar, instalasi berukuran besar, dan patung kontemporer menciptakan pengalaman visual yang intens. Kota Solo yang identik dengan budaya klasik mendadak terasa punya sisi lain—lebih berani, lebih eksperimental.
Pengunjung sering mendapati dirinya berhenti lama pada satu karya. Ada yang terkejut oleh lukisan abstrak dengan sapuan warna yang kacau namun memikat, ada yang tersentuh oleh patung realis dengan ekspresi manusia yang rapuh. Itu sebabnya museum ini tidak hanya menampilkan seni, tetapi menghadirkan pengalaman emosional. Ruangan-ruangannya yang luas membuat setiap karya mendapatkan ruang untuk “berbicara sendiri”.
Keberadaan Museum Tumurun sebagai museum privat yang dibuka untuk publik adalah pernyataan dedikasi seni dari keluarga Lukminto. Museum ini menunjukkan bahwa apresiasi seni kontemporer bisa tumbuh di mana saja, termasuk di kota tradisional seperti Surakarta. Ia menjadi jembatan antara heritage dan modernitas—bukti bahwa seni selalu menemukan caranya untuk hidup.
lokasi :
Jl. Kebangkitan Nasional No.2, RW.4, Sriwedari, Kec. Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57141
Saatnya Mengalami Sejarah, Bukan Sekadar Melihatnya
Keempat museum ini menunjukkan bahwa Solo bukan hanya kota yang menyimpan sejarah; ia kota yang menceritakannya dengan cara lembut, hangat, dan mendalam. Setiap museum menghadirkan alur perjalanan yang berbeda, tetapi semuanya membawa pesan yang sama: bahwa budaya Jawa tidak hanya dipelajari, melainkan dialami.
Dalam langkah pelan di lorong-lorong museum, kita menemukan bahwa masa lalu tidak pernah benar-benar hilang. Ia hadir di setiap naskah usang, setiap bilah keris, setiap motif batik, dan setiap guratan karya seni modern.
Surakarta bukan sekadar destinasi; ia adalah ruang perenungan.
Selamat menjelajah Solo—kota yang selalu punya cerita untuk pulang.